Satu Bukti Sejarah Bima Terabaikan, Makam Sultan Abdul Hamid Penuh Semak Belukar
Cari Berita

Pasang iklan

 

Satu Bukti Sejarah Bima Terabaikan, Makam Sultan Abdul Hamid Penuh Semak Belukar

Selasa, 23 Juni 2020

Para Remaja Masjid Sultan Abdul Hamid Raba dan TSBK bersama FTSB Kota Bima usai kegiatan pembersihan Makam. Foto ; El


GERBANGNEWS NTB
Kota Bima., - Masyarakat Bima dan para pemerhati sejarah maupun keturunan kerajaan Bima selalu menggaungkan kerajaan Bima di berbagai wilayah nusantara. Namun hal ini bertolak belaka dengan kondisi sisa sisa sejarah yang ditinggalkan. Salah satunya kuburan Sultan Abdul Hamid. Raja Bima ke Delapan ini merupakan salah satu pendiri dan pemilik pertama Masjid Baitul Hamid Raba yang seharusnya di pelihara dan dijaga sehingga nilai sejarah tidak pudar di makan jaman.

Bahkan ironisnya lagi makam raja Bima tersebut, sudah bertahun-tahun diselimuti oleh semak belukar. Tanpa satupun yang peduli akan kebersihannya. Untung saja Pengurus dan Remaja Masjid Baitul Hamid Raba berinisiatif berjiarah dan membersihkan kuburan tersebut yang berlokasi di pegunungan Rade Raja bagian Utara Kelurahan Dara Kota Bima pada Minggu, 22/06/2020.

" Saat tiba di lokasi, kami sangat prihatin, melihat kondisi kuburan raja Bima (Abdul Hamid) dan makam istrinya, Minda Ratu Intan yang sudah penuh dengan semak belukar, ini menandakan tidak pernah terjamah oleh tangan manusia. "ungkap Irman selaku Sekretaris Remaja Masjid Baitul Hamid Raba.

Dalam kegiatan ini kata Irma, dilakukan oleh pihaknya karena ikut merasa terpanggil melihat kondisi Makam Sultan Abdul Hamid beserta istrinya, yang dalam kondisi tidak terurus. Seharusnya makan raja bima tersebut menjadi perhatian kita semua, utamanya pihak pemerintah dan pengurus tahta kerajaan Bima saat ini. Sebab, makam raja Bima tersebut merupakan bukti sejarah Bima yang harus di pelihara untuk di perkenalkan kepada anak cucu kita.

Kami berharap Pemerintah tidak menutup mata terhadap keberadaan kuburan Sultan, beliaw adalah salah satu orang bersejarah dalam Kerajaan

"Harusnya Pemerintah dan generasi kerajaan Bima memperhatikan juga kuburan beliau, bukan hanya makam yang ada di lokasi Rade Raja bagian selatan saja, " ungkap Irma.

Disamping itu, Irman mewakili rekan rekannya yang hadir menyampaikan permohonan maaf kepada pihak keluarga Sultan Abdul Hamid karena melakukan aksi pembersihan makam ini tanpa menginformasikan terlebih dahulu. " Yang jelas apa yang kami perbuat hari ini semata mata aksi peduli akan warisan sejarah yang harus tetap di pelihara dan di jaga keberadaannya, hal ini juga mengingat rasa kebersamaan dan prihatin kami melihat kondisi kuburan beliau yang sangat memprihatinkan, tutur Irman.

Sambung Irman, kegiatan tersebut juga di hadiri oleh Perwakilan Team Siaga Bencana Kelurahan (TSBK) dan Federasi Siaga Bencana (FTSB) Kota Bima. Pungkasnya.


Sedikit ringkasan catatan sejarah Raja Bima ke Delapan ini

* Sultan Abdul Hamid adalah putera Sultan
Abdul Kadim.(Sultan Bima ke Delapan), Beliau dilahirkan pada tahun 1176 H (1762 M ),mangkat pada tanggal 1Ramadhan 1234 H (Juni 1819 M). Dimakamkan di halaman Masjid Kesultanan Bima.Setelah wafat digelari " Mantau Asi Saniu " ,karena beliau bermukim di istana yang dihiasi dengan cermin. Pada tahun 1187 H (1773 M).

Abdul Hamid dilantik menjadi Sultan Bima ke Sembilan, menggantikan kedudukan ayahnya. Pada saat itu beliau baru berumur 11 tahun. Untuk sementara waktu, tugas Sultan diserahkan kepada walinya Ruma Bicara Muhyiddin. Pada tanggal 18 Syawal 1219 H (10 Januari 1805 M),Ruma Bicara Muhyiddin
diganti oleh Ruma Bicara Abdul Nabi.

Pada awal masa pemerintahan Sultan Abdul
Hamid, kondisi dan situasi politik ekonomi Bima kurang menggembirakan. Timbulnya masalah tersebut disebabkan oleh dua faktor penting yaitu faktor dari dalam dan faktor dari luar.

Faktor dari dalam yang menyulitkan posisi
Bima pada masa Sultan Abdul Hamid adalah adanya kontrak dengan Belanda yang
ditandatangani oleh Sultan Abdul Kadim sebelumnya pada tahun 1765. Kontrak tersebut pada hakekatnya mengikat Bima untuk menerima monopoli Belanda. Hal ini merupakan tantangan yang berat bagi Sultan Abdul Hamid yang berusia muda, dan yang belum memiliki pengalaman.

Berhasil tidaknya Bima menangani masalah
ekonomi dan sosial politik pada masa itu
tergantung sungguh dari kemampuan " Ruma Bicara " Muhyiddin sebagai wali sultan.

Faktor luar yang ikut mempengaruhi situasi
ekonomi dan sosial politik pada saat itu adalah tindakan Belanda yang selalu memaksakan kehendaknya kepada sultan dan raja-raja Indonesia untuk menerima hegemoni Belanda dalam perdagangan. Para sultan dan raja selalu dibujuk atau dipaksa untuk mengakui monopoli dagang Belanda melalui kontrak dagang. Hal ini amat menguntungkan Belanda dan merugikan para sultan dan raja-raja Indonesia

 Sultan Abdul Hamid Setelah Dewasa dijodohkan dengan Datu Sagiri Putri Sultan Sumbawa. Dari pernikahannya itu dikaruniai seorang putra bernama Ismail dan seorang putri bernama Siti Jamila Bumi Kaka (Alan dan Ismail, 2014: 39).

Pemerintahan Sumbawa maupun di Bima
meskipun dengan struktur yang berbeda.
Prinsipnya adalah sama, juga kedudukan sultan pada posisi tertinggi ia juga sebagai Khalifa dalam pengertian sebagai kepala negara dan kepala agama, setidak-tidaknya sebagai lambang pengikat (Sjamsuddin, 2013: 100). (GN/Eldan*)