Mantan Pengajar Ponpes UBK juga Aktif Rangkul Ikhwan lain
Cari Berita

Pasang iklan

 

Mantan Pengajar Ponpes UBK juga Aktif Rangkul Ikhwan lain

Kamis, 04 Agustus 2022

GERBANGNTB COM
Bima,— Mantan pengajar atau alumnus pondok pesantren Umar bin Khattab (Ponpes UBK) Sanolo Kecamatan Bolo Kabupaten Bima, Ustadz Imanuddin M.Psi alias Imam Mujahid aktif merangkul ikhwan lain dalam mereduksi kekerasan yang mudah memberi label takfiri kepada orang lain.

Menurut pengurus Yayasan Ponpes Al Madinah Desa Kananga Kecamatan Bolo Kabupaten Bima ini, akar masalah pandangan kekerasan sebagian di Bima karena masalah ketidakadilan. 

Salah satu contoh yang menjadi rujukan beberapa ikhwan di antaranya perlakuan terhadap gerakan yang dilakukan kelompok dari Umat Islam dan kelompok separatis pejuang Papua yang menginginkan kemerdekaan. 

“Saya sepakat bahwa masalah ini adalah ketidakadilan. Saya melihat ini dari aspek epistomologi, karena ada beda perlakuan terhadap Umat Islam. Walaupun belakangan pemerintah telah menetapkan separatis Papua sebagai Kelompok Teroris Papua, mungkin setelah ada desakan dari berbagai kalangan,” ujar Imanuddin saat workshop Agensi Perempuan dalam Lingkaran Ekstremisme Kekerasan yang digelar PSKP UGM dan STKIP Tamsis Bima di Ruang Beradab, Rabu (3/8/2022).

Pengurus Dewan Dakwah Islam Indonesia Kabupaten Bima ini juga menyorot blow up oleh media televisi nasional saat Ustadz Abrory yang berkaitan peristiwa ledakan Ponpes UBK Sanolo diamankan pihak kepolisian. Padahal menurutnya, dari awal Ustadz Abrory menyerahkan diri setelah dilakukan pendekatan oleh pihak kepolisian melalui sepupu bersangkutan yang merupakan pimpinan perguruan tinggi di Mataram.

“Rekomendasinya kepada Polri untuk melakukan keadilan. Contohnya Ustadz Abrory, pada awalnya divonis 17 tahun, kemudian saat banding dijatuhi SH atau hukuman seumur hidup dan tidak didampingi pengacara terbaik,” ujarnya.

Ustadz Imanuddin juga mengungkapkan, Jumiatun alias Umi Delima, penyintas yang juga istri Amir MIT Santoso alias Abu Wardah adalah muridnya di Ponpes Al Madinah. Demikian juga Umi Nurmi, warga Desa Dena Kecamatan Madapangga Kabupaten Bima yang merupakan istri dari Basri eks Napiter sekaligus mantan pimpinan MIT yang telah memilih PB, adalah orang yang dikenalnya.
Dikatakannya, secara umum warga Bima mudah memberi label takfiri atas dasar persepsi masing-masing. 

Ustadz Imanuddin mengungkapkan, pandangan dirinya berubah saat menempuh strata dua (S-2) di Solo Jawa Tengah dan saat bertemu mantan pimpinan Ormas Islam, Ketua Pengurus Pusat Muhammadiyah dari Pulau Sumbawa, Prof Din Syamsuddin. Saat sejumlah ikhwan lain berbaiat kepada ISIS, dirinya memilh untuk diam atau tidak terlibat.

Dia mengatakan, ada beberapa pembatas antar ikhwan dalam jemaah menganggap seseorang kafir, yaitu pada model penentuan atau ta’ayin. Karena terdapat penghalang untuk melakukan kekafiran.

Dia juga mengungkapkan, banyak ikhwan di Kecamatan Bolo Kabupaten Bima yang berubah atau mengubah cara pandangnya. Namun saat pihaknya hendak menyampaikan hal tersebut kepada aparat keamanan, pihaknya belum memperoleh respon.
 
Ketua MUI Kabupaten Bima, TGH Abdur Rahim Haris MA, mengungkapkan, dirinya adalah salah satu aktor yang terlibat membantu aparat keamanan dari Polda NTB untuk melakukan pendekatan saat peristiwa bom Ponpes UBK Sanolo. 

“Saat kejadian di UBK, saya sedang ceramah di Pemkot Bima. Kemudian saya ditelpon. Katanya ini ada Pak Kapolda mau bicara. Pak Kapolda mau masuk UBK tapi tidak berani, karena santri-santrinya memagang senjata (parang) dan bom,” cerita TGH Abdur Rahim.

Saudara kandung dari anggota Dewan Pengawas KPK, Dr Syamsuddin Haris ini juga mengungkapkan, pihaknya sering didatangi aparat keamanan dan dirinya telah menulis sebuah buku yang mengambarkan sikapnya dan disertai dalil atas masalah berkaitan sikap muslim tentang jihad, hormat kepada bendera dan taat kepada pemerintah.

“Ketika mereka mengartikan ibadah adalah segala bentuk ketundukan, ketika Anda tunduk kepada Allah itu ibadah, ketika Anda hormat kepada bendera itu ibadah,” ujarnya.

Menurutnya, jika seseorang yang masih dangkal pemahaman ilmunya membaca dan merujuk buku yang dikeluarkan salah satu mantan kombatan yang telah menjadi Napiter, maka akan muda memberi label kafir dan thogut kepada pemerintah dan aparat keamanan.

“Nanti ujung-ujungnya kafir dan thogut polisi, thogut jadi pegawai, thogut pemerintah. Pemahaman-pemahaman yang sempit itu yang kita khawatirkan melahirkan radikalisme,” ujarnya.

Tuan Guru Haris juga mengungkapkan, sejumlah orang Bima ditarik dan ikut dilibatkan dalam beberapa peristiwa besar di Indonesia seperti peristiwa Cikini dan Tanjung Periuk karena watak orang Bima yang keras. Namun demikian, pihaknya tidak setuju jika Bima diberikan label zona merah terorisme dan radikalisme.

Pada kesempatan yang sama perwakilan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Anak Kabupaten Bima, Raodah mengungkapkan, salah satu kendala status kabupaten layak anak (KLA) berkaitan 15 indikator status tersebut.

“Kami masih kesulitan mendapatkan data anak kelompok teroris untuk mendapatkan pendampingan,” katanya.

Menurutnya, untuk memecahkan masalah ekstremisme kekerasan di Bima dengan menguatkan pemahaman agama tanpa kekerasan sejak dini dan menguatkan fungsi keluarga. Selain itu menguatkan dukungan sosial (social support) dari tokoh panutan. 

“Kalau bisa harapan saya, tidak hanya bagaimana mengetahui legal tidaknya lembaga pendidik, tetapi masuk di dalamnya melihat situasi di dalamnya,” harapnya.

Tokoh masyarakat Kelurahan Penatoi Kota Bima, Darussalam juga memberi masukan kepada tim PSKP UGM dan forum. Menurutnya, penanganan di Penatoi Kota Bima tidak boleh hanya diberikan kepada aparat keamanan seperti BNPT dan Densus 88/ AT, namun perlu menguatkan peran dan fungsi pemerintah daerah serta pemangku kebijakan (stake holder) di daerah.

“Badan Kesbang dan Pemkot Bima harus mengambil alih peran untuk mengubah dan melakukan pendekatan kepada kelompok Penatoi,” katanya.

Darussalam mengungkapkan, dirinya pernah terlibat langsung berdikusi dengan anak muda Penatoi atau ikhwan di kelurahan tersebut mengenai Quran Surat Al-Maidah: 44, yang di antara penggalan artinya barang siapa yang tidak berhukum dengan hukum Allah berarti kafir, yang di mana hal tersebut dimaknai secara sempit. 
Menurutnya, pola-pola pendekatan seperti itu harus dilakukan. Termasuk penguatan ekonomi penyintas atau ummahat di Kelurahan Penatoi untuk mereduksi pemikiran estremisme kekerasan.

Kepala PSKP UGM yang juga ketua riset, Dr Muhammad Najib Azca mengapresiasi peran serta tokoh di Bima seperti Ustadz Imanuddin M.Psi sebagai active preventing dalam lingkaran ekstremisme kekerasan di Bima.  [*]